Saat ini juga seluruh media penuh dengan diskusi tentang bagaimana
cerita ini berakhir. (surat kabar Roma) Komentar dengan topik : Orang
hitam itu akan munculkah ? Jika orang hitam ini berani muncul, akan
bagaimanakah masyarakat kita sekarang menilainya Akankah menggunakan hukum yang berlaku untuk
menghakiminya Haruskah ia menerima hukuman dan cacian untuk masa
lalunya, ataukah ia harus menerima pujian karena keberaniannya hari ini ?
(Surat kabar Wayeli) manulis topik Bila Anda orang berkulit hitam itu,
apa tindakan yang Anda lakukan? sebagai bahan diskusi. Dan menarik
berbagai pendapat akan sulitnya berada di dua pilihan ini. Bagian
penjara setempat terus berupaya membantu Martha, memberikan laporan
terpidana hukuman pada tahun 1992 pada RS. Dikarenakan jumlah orang
berkulit hitam di kota ini hanya sedikit, maka dalam 10 tahun terakhir
ini juga hanya sedikit jumlah terhukum berkulit hitam. Mereka berkata
pada Martha : Sekalipun beberapa orang bukanlah terhukum karena tindak
perkosaan, tapi mungkin beberapa juga menemui hal seperti ini.
Beberapa orang ini juga sebagian telah keluar penjara, sebagian lainnya
masih berada di dalam penjara. Martha dan Peterson menghubungi beberapa
orang ini, begitu banyak terpidana waktu itu yang bersungguh-sungguh dan
antusias untuk memberikan petunjuk.
Tapi sayangnya, mereka semua bukanlah orang hitam yang memperkosanya
waktu itu. Tak lama kemudian, kisah Martha menyebar ke seluruh rumah
tahanan, tak sedikit terpidana yang tergerak karena kasih ibu ini, tak
peduli mereka berkulit hitam maupun berkulit putih, mereka semua
bersukarela mendaftar untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang
belakang, berharap dapat mendonorkannya untuk Monika. Tapi tak satupun
pedonor yang memenuhi kriteria di antara mereka.
Berita pencarian ini mengharukan banyak orang, tak sedikit orang yang
bersukarela untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang belakang, untuk
mengetahui apakah dirinya memenuhi kriteria. Para sukarelawan semakin
lama semakin bertambah, di Wayeli timbullah wabah untuk mendonorkan
sumsum tulang belakang.
Hal yang mengejutkan adalah kesediaan para sukarelawan ini menyelamatkan
banyak penderita leukimia lainnya, sayangnya Monika tak termasuk
diantara mereka yang beruntung. Martha dan Peterson menantikan dengan
panik kemunculan si kulit hitam. Akhirnya dua bulan telah lewat, orang
ini tak muncul-muncul juga. Dengan tidak tenang, mereka mulai
berpikir,mungkin orang hitam itu sudah telah meninggalkan dunia ini
Mungkin ia telah meninggalkan jauh-jauh kampung halamannya. Sudah sejak
lama tak berada di Itali. Mungkin ia tak bersedia merusak kehidupannya
sendiri, tak ingin muncul. Tapi tak peduli bagaimanapun, asalkan Monika
hidup sehari lagi, mereka tak rela untuk melepaskan harapan untuk
mencari orang hitam itu. Disaat sebuah jiwa merana tak menentu, harapan
selalu disaat keputusasaan melanda kembali muncul.
Saat itu berita
pencarian juga muncul di Napulese, memporakporandakan perasaan seorang
pengelola toko minuman keras berusia 30 tahun. Iaseorang kulit hitam,
bernama Ajili. 17 Mei 1992 waktu itu, ia memiliki lembaran tergelam
merupakan mimpi terburuknya di malam berhujan itu. Ia adalah sang peran utama
dalam kisah ini. Tak seorangpun menyangka, Ajili yang sangat kaya raya
itu, pernah bekerja sebagai pencuci piring panggilan. Dikarenakan orang
tuanya telah meninggal sejak iamasih muda, ia yang tak pernah mengenyam
dunia pendidikan terpaksa bekerja sejak dini. Ia yang begitu pandai dan
cekatan, berharap dirinya sendiri bekerja dengan giat demi mendapatkan
sedikit uang dan penghargaan dari orang lain. Tapi sialnya, bosnya
merupakan seorang rasialis, yang selalu mendiskriminasikannya. Tak
peduli segiat apapun dirinya, selalu memukul dan memakinya. 17 Mei 1992,
merupakan ulang tahunnya ke 20, ia berencana untuk pulang kerja lebih
awal merayakan hari ulang tahunnya. Siapa menyangka, ditengah kesibukan
ia memecahkan sebuah piring. Sang bos menahan kepalanya, memaksanya
untuk menelan pecahan piring. Ajili begitu marah dan memukul sang bos,
lalu berlari keluar meninggalkan restoran. Ditengah kemarahannya ia
bertekad untuk membalas dendam pada si kulit putih. Malam berhujan
lebat, tiada seorangpun lewat, dan di parkiran ia bertemu Martha. Untuk
membalaskan dendamnya akibat pendiskriminasian, ia pun memperkosa sang
wanita yang tak berdosa ini.
Tapi selesai melakukannya, Ajili mulai panik dan ketakutan. Malam itu
juga ia menggunakan uang ulang tahunnya untuk membeli tiket KA menuju
Napulese, meninggalkan kota ini. Di Napulese, ia bertemu
keberuntungannya. Ajili mendapatkan pekerjaan dengan lancar di restoran
milik orang Amerika. Kedua pasangan Amerika ini sangatlah mengagumi
kemampuannya, dan menikahkannya dengan anak perempuan merka, Lina, dan
pada akhirnya juga mempercayainya untuk mengelola toko mereka. Beberapa
tahun ini, iayang begitu tangkas, tak hanya memajukan bisnis toko
minuman keras ini, ia juga memiliki 3 anak yang lucu.
Dimata pekerja lainnya dan seluruh anggota keluarga, Ajili merupakan bos
yang baik, suami yang baik, ayah yang baik. Tapi hati nuraninya tetap
membuatnya tak melupakan dosa yang pernah diperbuatnya.
Ia selalu memohon ampun pada Tuhan dan berharap Tuhan melindungi wanita
yang pernah diperkosanya, berharap ia selalu hidup damai dan tentram.
Tapi ia menyimpan rahasianya rapat-rapat, tak memberitahu seorangpun.
Pagi hari itu, Ajili berkali-kali membolak-balik koran, ia terus
mempertimbangkan kemungkinan dirinyalah pelaku yang dimaksud. Sedikitpun
ia tak pernah membayangkan bahwa wanita malangitu mengandung anaknya,
bahkan menanggung tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga anak yang
awalnya bukanlah miliknya.
Hari itu, Ajili beberapa kali mencoba menghubungi no. Telepon Dr. Adely.
Tapi setiap kali, belum sempat menekan habis tombol telepon, ia telah
menutupnya kembali. Hatinya terus bertentangan, bila ia bersedia
mengakui semuanya, setiap orang kelak akan mengetahui sisi terburuknya
ini, anak-anaknya tak akan lagi mencintainya, ia akan kehilangan
keluarganya yang bahagia dan istrinya yang cantik. Juga akan kehilangan
penghormatan masyarakat disekitarnya. Semua yang ia dapatkan dengan
ditukar kerja kerasnya bertahun-tahun. Malam itu, saat makan bersama,
seluruh keluarga mendiskusikan kasus Martha. Sang istri, Lina berkata : “Aku sangat mengagumi Martha. Bila aku diposisinya, aku tak akan
memiliki keberanian untuk memelihara anak hasil perkosaan hingga dewasa.
Aku lebih mengagumi lagi suami Martha, ia sungguh pria yang patut
dihormati, tak disangka ia dapat menerima anak yang demikian”. Ajili
termenung mendengarkan pendapat istrinya, dan tiba-tiba mengajukan
pertanyaan :Kalau begitu, bagaimana kau memandang pelaku pemerkosaan
itu?
Sedikitpun aku tak akan memaafkannya !!! Waktu itu ia sudah membuat
kesalahan, kali ini juga hanya dapat meringkuk menyelingkupi dirinya
sendiri, ia benar-benar begitu rendah, begitu egois, begitu pengecut !
Ia benar-benar seorang pengecut ! demikian istrinya menjawab dengan
dipenuhi api kemarahan. Ajili mendengarkan saja, tak berani mengatakan
kenyataan pada istrinya. Malam itu, anaknya yang baru berusia 5 tahun
begitu rewel tak bersedia tidur, untuk pertama kalinya Ajili kehilangan
kesabaran dan menamparnya. Sang anak sambil menangis berkata :”Kau ayah
yang jahat, aku tak mau peduli kamu lagi. Aku tak ingin kau menjadi
ayahku”. Hati Ajili bagai terpukul keras mendengarnya, ia pun memeluk
erat-erat sang anak dan berkata : “Maaf, ayah tak akan memukulmu lagi.
Ayah yang salah, maafkan papa ya”.
Sampai sini, Ajili pun tiba-tiba menangis. Sang anak terkejut dibuatnya,
dan buru-buru berkata padanya untuk menenangkan ayahnya : “Baiklah,
kumaafkan. Guru TK ku bilang, anak yang baik adalah anak yang mau
memperbaiki kesalahannya. Malam itu, Ajili tak dapat terlelap, merasa
dirinya bagaikan terbakar dalam neraka. Dimatanya selalu terbayang
kejadian malam berhujan deras itu, dan bayangan sang wanita. Ia
sepertinya dapat mendengarkan jerit tangis wanita itu. Tak
henti-hentinya ia bertanya pada dirinya sendiri : “Aku ini sebenarnya
orang baik, atau orang jahat ?” Mendengar bunyi napas istrinya yang
teratur, ia pun kehilangan seluruh keberaniannya untuk berdiri. Hari
kedua, ia hampir tak tahan lagi rasanya. Istrinya mulai merasakan adanya
ketidakberesan pada dirinya, memberikan perhatian padanya dengan
menanyakan apakah ada masalah Dan ia mencari alasan tak enak badan untuk
meloloskan dirinya. Pagi hari di jam kerja, sang karyawan menyapanya
ramah : “Selamat pagi, manager !” Mendengar itu, wajahnya tiba-tiba
menjadi pucat pasi, dalam hati dipenuhi perasaan tak menentu
dan rasa malu. Ia merasa dirinya hampir menjadi gila saja rasanya. Bersambung.....
dan rasa malu. Ia merasa dirinya hampir menjadi gila saja rasanya. Bersambung.....
0 komentar:
Posting Komentar